Jumat, 26 Desember 2014

Diabetes Melitus

            Disini kami selaku mengerjakan tugas dari kampus, untuk merangkap dari beberapa jurnal dan mengambil intisari dari jurnal tersebut, dan jurnal yang kami angkat berjudul Diabetes Melitus dengan berbagai masalah lanjutan dan jurnal tersebut berjudul:

  1. Analisis Gangguan Pendengaran pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Pemeriksaan Audio
  2. Faktor Risiko Disfungsi Endotel pada Prediabetes
  3. Peran Metformin terhadap Dislipidemia Aterogenik pada Sindroma Metabolik dengan Diabetes Mellitus Tip
Seperti yang kita ketahui Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yangberdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya Manusia.
Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi sistem kesehatansuatu negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan penderita
          DM ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa keatas pada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit DM belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, system saraf, hati, mata dan ginjal.




            DM atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang. Hormon Insulin dibuat dalam pancreas. Ada 2 macam type DM :
DM type I. atau disebut DM yang tergantung pada insulin. DM ini disebabkan akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi karena
kerusakan dari sel beta pancreas. Gejala yang menonjol adalah terjadinya sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM type ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.

          DM type II atau disebut DM yang tak tergantung pada insulin. DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada/kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, 75% dari penderita DM type II dengan obersitas atau ada sangat kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.
DM tipe 3 atau disebut Diabetes mellitus gestasional (bahasa Inggrisgestational diabetes, insulin-resistant type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin, latent autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya. GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM bertahan hidup

Dan hasil rangkuman yang kami dapatkan ialah:
1.      Gangguan pendengaran yang merupakan salah satu komplikasi kronis penyakit diabetes melitus tipe-2 berdasarkan pemeriksaan audiometri nada murni dan audiometri tutur. Jenis penelitian ini adalah cross sectional Hasil penelitian menunjukkan gangguan pendengaran yang dialami penderita diabetes melitus tipe-2 berdasarkan pemeriksaan audiometri nada murni umumnya ringan, sedangkan pada pemeriksaan audiometri tutur umumnya normal. Berdasarkan hasil uji statistik ditemukan hubungan yang bermakna antara usia penderita, lama menderita, hipertensi, hasil pemeriksaan audiometri nada murni dan audiometri tutur terhadap gangguan pendengaran. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara penderita diabetes melitus tipe-2 terkontrol atau tidak terkontrol terhadap gangguan pendengaran.
      



2.      Prevalensi kasus prediabetes di Indonesia pada saat ini cukup tinggi, dan oleh karena itu proporsi wanita berisiko penyakit kardiovaskular meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko disfungsi endotel pada wanita prediabetes melalui pemeriksaan kadar asymmetric dimethylarginine (ADMA) serum. Penelitian ini dilakukan dengan desain case control pada populasi wanita prediabetes berusia 30-55 tahun. Kriteria prediabetes ditentukan dari pemeriksaan toleransi glukosa oral (TTGO) dengan pemberian 75 gram glukosa. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kadar kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida dan hba1c sebagai variabel independen, serta ADMA sebagai variabel dependen Terdapat hubungan yang bermakna dan korelasi yang kuat antara peningkatan kadar ADMA dengan glukosa darah puasa, glukosa darah pasca pemberian glukosa 75 gram dan hba1c. Namun hasil analisis multivariat membuktikan bahwa faktor yang menentukan kadar ADMA adalah hba1c. Probabilitas subjek prediabetes dengan hba1c lebih dari 6% untuk mendapatkan kadar ADMA yang tidak normal adalah 96,03%. Faktor risiko terjadinya disfungsi endotel pada wanita prediabetes adalah peningkatan hba1c lebih dari 6%.
      



3.      Sindroma Metabolik dengan Diabetes Mellitus tipe-2 [SIMET-DM] merupakan kelompok faktor risiko kardiometabolik dan mempunyai peranan terhadap peningkatan penyakit kardiovaskular. Metformin merupakan obat yang mempunyai efek pleiotropik yang meliputi efek metabolik, kardiovaskular dan anti-kanker. Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji apakah metformin mempunyai efek kardioprotektif melalui perbaikan dislipidemia aterogenik pada SIMET-DM tipe-2 yang terawat jelek. Hasilnya memperlihatkan bahwa secara bermakna metformin menurunkan LDL-C (p =0,012) dibanding placebo, namun tidak untuk HDL-C (p=0,151), TG (p=0,930), maupun small-dense-LDL (p= 0,323). Sebagai simpulan metformin memperlihatkan efek kardioprotektif melalui perbaikan dislipidemia aterogenik (penurunan LDL-C) pada SIMET-DM tipe-2 yang terawat jelek.
      

sumber : http://www.yarsi.ac.id/daftar-jurnal-yarsi.html?start=36

Senin, 22 Desember 2014

Keperawatan Islam Masa Kini dan Mendatang, Masa Sejarah Perkembangan Islam dalam Keperawatan, Rufaidah binti Sa’ad

Keperawatan, Islam, Masa Kini dan Mendatang

Dr. H Afif Muhammad dalam seminar perawat rohani Islam di Akper Aisyiyah, Bandung 31/8/2004 mengatakan, masalah sehat dan sakit adalah alami sebagai ujian dari Allah SWT, hingga manusia tidak akan bisa terbebas dari sakit. “Sehat kerap membuat orang lupa dan lalai baik dalam melaksanakan perintah-perintah Allah maupun mensyukuri nikmat sehatnya. Kita sering menyebut kondisi yang tidak menyenangkan seperti sakit sebagai musibah yang terkesan negatif, padahal musibah berkonotasi positif,” jelasnya. 9)
Tugas seorang perawat, menurut H. Afif, menekankan pasien agar tidak berputus asa apalagi menyatakan kepada pasiennya tidak memiliki harapan hidup lagi. “Pernyataan tidak memiliki harapan hidup untuk seorang muslim tidak dapat dibenarkan. Meski secara medis tidak lagi bisa menanganinya, tapi kalau Allah bisa saja menyembuhkannya dengan mengabaikan hukum sebab akibat,” katanya. Perawat juga memandu pasiennya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT hingga kondisinya semakin saleh yang bisa mendatangkan “manjurnya” doa. 9)
Dr. Ahmad Khan (lulusan suma cumlaude dari Duke University) yang menemukan Ayat-ayat Al Quran dalam DNA (Deoxy Nucletida Acid) berpesan semoga penerbitan buku saya “Alquran dan Genetik”, semakin menyadarkan umat Islam, bahwa Islam adalah jalan hidup yang lengkap. Kita tidak bisa lagi memisahkan agama dari ilmu politik, pendidikan atau seni. Semoga muslim menyadari bahwa tidak ada gunanya mempertentangkan ilmu dengan agama. Demikian juga dengan ilmu-ilmu keperawatan penulis berharap akan datang suatu generasi yang mendalami prinsip-prinsip ilmu keperawatan yang digali dari agama Islam. Hal ini dapat dimulai dari niat baik para pemegang kebijakan (decission maker) yang beragama Islam baik di institusi pendidikan atau pada level pemerintah. 10)
Di negara-negara timur tengah, konteks keperawatan sendiri banyak dipengaruhi oleh sejarah keperawatan dalam Islam, budaya dan kepercayaan di Arab, keyakinan akan kesehatan dari sudut pandang islam (Islamic health belief), dan nilai-nilai profesional yang diperoleh dari pendidikan keperawatan. Tidak seperti pandangan keperawatan di negara barat, keyakinan akan spiritual islam tercermin dalam budaya mereka.
Di Indonesia mungkin hal serupa juga terjadi, tinggal bagaimana keperawatan dan islam dapat berkembang sejalan dalam harmoni percepatan tuntutan asuhan keperawatan, kompleksitas penyakit, perkembangan tehnologi kesehatan dan informatika kesehatan. Agar tetap mengenang dan menteladani sejarah perkembangan keperawatan yang di mulai oleh Rufaida binti Sa’ad.





Masa Sejarah Perkembangan Islam dalam Keperawatan

Masa sejarah perkembangan islam dalam keperawatan, tidak dapat dipisahkan dalam konteks perkembangan keperawatan di Arab Saudi khususnya, dan negara-negara di timur tengah umumnya. Berikut ini akan lebih dijelaskan tentang sejarah perkembangan keperawatan di masa Islam dan di Arab Saudi khususnya.
1. Masa penyebaran Islam/ The Islamic Period (570 – 632 M)
Dokumen tentang keperawatan sebelum-islam (pre-islamic period) sebelum 570 M sangat sedikit ditemukan. Perkembangan keperawatan di masa ini, sejalan dengan perang kaum muslimin/jihad (holy wars), memberikan gambaran tentang keperawatan dimasa ini. Sistem kedokteran masa lalu yang lebih menjelaskan pengobatan dilakukan oleh dokter ke rumah pasien dengan memberikan resep, lebih dominan. Hanya sedikit sekali lilature tentang perawat, namun dalam periode ini dikenal seorang perawat yang bersama Nabi Muhammad SAW telah melakukan peran keperawatan yaitu Rufaidah binti Sa’ad/Rufaidah Al-Asamiya (Tumulty 2001, Al Osimy, 1994) 2)
2. Masa Setelah Nabi/Post –Prophetic Era (632 – 1000 M).
Sejarah tentang keperawatan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW jarang sekali (Al Simy, 1994). Dokumen yang ada lebih didominasi oleh kedokteran dimasa itu. Dr Al-Razi yang digambarkan sebagai seorang pendidik, dan menjadi pedoman yang juga menyediakan pelayanan keperawatan. Dia menulis dua karangan tentang “The Reason Why Some Persons and the Common People Leave a Physician Even if He Is Clever” dan “A Clever Physician Does Not Have the Power to Heal All Diseases, for That is Not Within the Realm of Possibility.” Di masa ini ada perawat diberi nama “Al Asiyah” dari kata Aasa yang berarti mengobati luka, dengan tugas utama memberikan makanan, memberikan obat, dan rehidrasi.
3. Masa Late to Middle Ages (1000 – 1500 M)
Dimasa ini negara-negara Arab membangun RS dengan baik, dan mengenalkan perawatan orang sakit. Ada gambaran unik di RS yang tersebar dalam peradaban Islam dan banyak dianut RS modern saat ini hingga sekarang, yaitu pemisahan anatar ruang pasien laki-laki dan wanita, serta perawat wanita merawat pasien wanita dan perawat laki-laki, hanya merawat pasien laki-laki (Donahue, 1985, Al Osimy, 2004) 2).
4. Masa Modern (1500 – sekarang) Early Leaders in Nursing’s Development
Masa ini ditandai dengan banyaknya ekspatriat asing (perawat asing dari Eropa, Amerika dan Australia, India, Philipina) yang masuk dan bekerja di RS di negara-negara Timur Tengah. Bahkan dokumen tentang keperawatan di Arab, sampai tahun 1950 jarang sekali, namun di tahun 1890 seorang misionaris Amerika, dokter dan perawat dari Amerika telah masuk Bahrain dan Riyadh untuk merawat Raja Saudi King Saud. (Amreding, 2003) 2).
Dimasa ini ada seorang perawat Timur Tengah bernama Lutfiyyah Al-Khateeb, seorang perawat bidan Saudi pertama yang mendapatkan Diploma Keperawatan di Kairo dan kembali ke negaranya, dan di tahun 1960 dia membangun Institusi Keperawatan di Arab Saudi.
Meskipun keperawatan masih baru sebagai profesi di Timur tengah, sebenarnya telah dibangun di masa Nabi Muhammad SAW. Dimana mempengaruhi philosofi praktek, dan profesi keperawatan. Dan sejak tahun 1950 dengan dikenalkannya organized health care dan pembangunan RS di Arab Saudi, keperawatan menjadi lebih maju dan bukan hanya sekedar pekerjaan (job training) 7)


Rufaidah binti Sa’ad

Setelah Rasulullah menyampaikan risalah Islam, banyak tokoh-tokoh Islam di bidang ilmu pengetahuan  lahir, pada saat itu Islam memegang peranan penting di semua bidang ilmu pengetahuan seperti Filsafat, Astronomi, Matematika dan bahkan di bidang kesehatan, untuk bidang kesehatan mereka adalah : Ibnu Qoyyim Al-Jauzy, Ibnu Sina ( Avicenna ), Abu bakar Ibnu Zakariya Ar-Razi ( Ar-Razi ), Imam al Ghazali, Abu Raihan Muhammad Al-Biruni  dan tak ketinggalan untuk dunia keperawatan seorang tokoh muslimah yang ikut membantu rasul untuk mengobati kaum muslimin yang terluka salah satunya bernama RUFAIDAH BINTI SA’ AD Al- Asalmiya.
Kegiatan pelayanan keperawatan berkualiatas telah dimulai sejak seorang perawat muslim pertama yaitu Siti Rufaidah pada jaman Nabi Muhammad S.A.W, yang selalu berusaha memberikan pelayanan terbaiknya bagi yang membutuhkan tanpa membedakan apakah kliennya kaya atau miskin. 1).(Elly Nurahmah, 2001). Ada pula yang mengenal sebagai Rufaidah binti Sa’ad/Rufaidah Al-Asalmiya dimana dalam beberapa catatan publikasi menyebutkan Rufaidah Al-Asalmiya, yang memulai praktek keperawatan dimasa Nabi Muhammad SAW adalah perawat pertama muslim (Kasule, 2003; Mansour & Fikry, 1987). Sementara sejarah perawat di Eropa dan Amerika mengenal Florence Nightingale sebagai pelopor keperawatan modern, Negara di timur tengah memberikan status ini kepada Rufaidah, seorang perawat muslim (Jan, 1996). Talenta perjuangan dan kepahlawanan Rufaidah secara verbal diteruskan turun temurun dari generasi ke generasi di perawat Islam khususnya di Arab Saudi dan diteruskan ke generasi modern perawat di Saudi dan Timur Tengah 2) (Miller Rosser, 2006)
Banyak perawat-perawat muslim tidak mengenal Rufaidah binti Sa’ ad, mereka lebih mengenal tokoh keperawatan yang berasal dari dunia barat yaitu Florence Nighttingale seorang tokoh keperawatan yang berasal dari Inggris.
Sentuhan lembut penuh kemanusiaan menjadi penyemangat para mujahid yang teluka. Masa-masa peperangan di bawah kepemimpinan Rasulullah tak hanya melahirkan para lelaki Muslim yang tangguh. Tapi juga seorang mujahidah yang berada di tepi garis batas, Rufaidah binti Sa’ad.
Sosok Muslimah tersebut memiliki nama lengkap Rufaidah binti Sa’ad Al-Bani Aslam Al-Khazraj. Pengabdiannya sangat besar saat Perang Badar, Uhud, dan Khandaq berkobar. Keahliannya di bidang ilmu keperawatan  membuat hatinya terpanggil sebagai sukarelawan bagi korban yang terluka akibat perang.
Dia juga mendirikan rumah sakit lapangan yang amat membantu para mujahid saat perang. Semangat Rufaidah membuat Rasulullah SAW pun memerintahkan agar para korban yang terluka dirawat oleh Rufaidah.
Keahlian Rufaidah menitis dari sang ayah yang berprofesi sebagai dokter. Sedari kecil dia seringkali membantu merawat orang sakit. Rufaidah lahir di Madinah. Dia termasuk kaum Anshar, golongan yang pertama kali menganut Islam di Madinah. Di saat Kota Madinah berkembang pesat, dia membangun tenda di luar Masjid Nabawi saat dalam keadaan damai.
Rufaidah juga melatih beberapa kelompok wanita untuk menjadi perawat. Kelompok ini mengambil peran penting dalam Perang Khibar. Mereka meminta izin kepada Rasulullah untuk ikut di garis belakang pertempuran serta merawat mujahid yang terluka.
Tercatat pula dalam sejarah saat Perang Khandaq, Sa’ad bin Mu’adz yang terluka dan tertancap panah di tangannya, dirawat oleh Rufaidah hingga stabil/homeostatis. Momen ini dikenang sebagai awal mula dunia medis dan dunia keperawatan.
Kelembutan hati Rufaidah nyatanya tak terbendung. Dia juga menaruh perhatian terhadap aktivitas masyarakat. Dia memberikan perawatan layanan kesehatan kepada anak yatim dan penderita gangguan jiwa. Kepribadian yang luhurnya ditunjukkan dengan pengabdian serta layanan yang baik bagi kaum papa tersebut.
Menurut Prof D. Omar Hasan Kasule, Sr dalam studi “Paper Presented at the 3rd International Nursing Conference “Empowerment and Health: An Agenda for Nurses in the 21st Century” yang diselenggarakan di Brunei Darussalam 1-4 Nopember 1998, Rufaidah adalah perawat profesional pertama di masa sejarah Islam.
Ia hidup di masa Nabi Muhammad SAW di abad pertama Hijriyah/abad ke-8 Masehi. Kasule menggambarkannya sebagai perawat teladan, baik dan bersifat empati. Rufaidah juga dikenal sebagai seorang pemimpin, organisatoris, mampu memobilisasi dan memotivasi orang lain.Konstribusi Rufaidah tidak hanya merawat mereka yang terluka akibat perang. Namun juga terlibat dalam aktifitas sosial di komuniti. Dia memberikan perhatian kepada setiap muslim, miskin, anak yatim, atau penderita cacat mental. Dia merawat anak yatim dan memberikan bekal pendidikan.
Pengalaman klinisnya pun tak segan dia bagi pada perawat lain yang dilatih dan bekerja dengannya. Dia tidak hanya melaksanakan peran perawat dalam aspek klinikal semata. Namun juga melaksanakan peran komunitas dan memecahkan masalah sosial yang dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit. Rufaidah adalah perawat dan pekerja sosial yang menjadi inspirasi bagi profesi perawat di dunia Islam.
Rufaidah juga sebagai pemimpin dan pencetus sekolah keperawatan pertama di dunia Islam. Ia juga merupakan penyokong advokasi pencegahan penyakit dan menyebarkan pentingnya penyuluhan kesehatan.
Dalam sejarah Islam tercatat beberapa nama yang bekerja bersama Rufaidah seperti Ummu Ammara, Aminah binti Qays Al-Ghifariyat, Ummu Ayman, Safiyah, Ummu Sulaiman, dan Hindun. Di masa sesudah Rufaidah, ada pula beberapa wanita Muslim yang terkenal sebagai perawat. Di antaranya Ku’ayibah, Aminah binti Abi Qays Al-Ghifari, Ummu Atiyah Al-Ansariyah, Nusaibah binti Ka’ab Al-Maziniyah, dan Zainab dari kaum Bani Awad yang ahli dalam penyakit dan bedah mata.


Nur Martono
Penulis, staf keperawatan, RS Amiri – Kuwait
Ditulis menjelang :
• Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW dan Ramadhan 1427 H
• Kegiatan Umroh INNAK (Indonesian National Nurses Association – Kuwait) 6 – 10 September 2006, semoga ibadahnya diterima Allah SWT

Sabtu, 20 Desember 2014

MAHASISWA KEPERAWATAN STIkes CND LANGSA

Visi.
Mewujudkan program studi S-1 keperawatan STIKes Cut Nyak Dhien Langsa sebagai institusi pendidikan keperawatan profesional, bertanggung jawab, islami dan mampu bersaing di tingkat nasional pada tahun 2010.
Misi.
Menghasilkan lulusan keperawatan (Ners) yang profesional, bertanggung jawab, Islami dan mampu bersaing di tingkat Propinsi pada tahun 2008.
Tujuan.
  • Menyelenggarakan Program Pendidikan S1 Keperawatan yaang sesuai dengan kurikulum yang berbasis kompetensi
  • Menyelenggarakan program pengabdian masyarakat
  • Menyelenggarakan program penelitian keperawatan dalam mengembangkan Ilmu dan Teknologi mutakhir di bidang keperawatan.
  • Meningkatkan kualifikasi tenaga dosen dan pengelola secara berkala
  • Meningkatkan sarana penunjang belajar seperti laboratorium bahasa, Laboratorium keperawatan dan warnet.
  • Meningkatkan kerja sama dengan berbagai institusi pendidikan Keperawatan lainnya dan Rumah Sakit Serta wilayah tertentu dalam meningkatkan wawasan lulusan.

       Sesuai dengan visi dan misi dari program studi S-1 keperawatan STIKes Cut Nyak Dhien Langsa yang berbasis islami dan mampu bersaing di tingkat nasional sudah seharus nya lulusan-lulusan STIKes Cut Nyak Dhien Langsa harus memiliki rasa percaya diri yang baik untuk menghadapi atau bersaing dari lulusan-lulusan universitas lainnya yang ada di dindonesia. 

      Adapun basic seorang perawat yang baik harus mampu melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan prosedure yang telah di pelajari padasaat masa kuliah dan agar terhindar dari jerat hukum yang telah berlaku di indonesia atau tindakan malpraktik yang selalu membayang-bayangi setiap perawat, maka oleh itu diharapkan setiap perawat ataupun tindakan medis lainnya harus lebih peka atau lebih peduli terhadap klien yang di hadapi, karena kesembuhan seorang klien yang sedang mengalami gangguan batin ataupun fisik biasanya dapat terobati dengan pelayanan yang baik yang mampu membuat klien tersebut merasa aman dan bersemangat untuk terus menghadapi gangguan yang di alami oleh setiap klien. 









Jumat, 19 Desember 2014

KEHIDUPAN KAMPUS


      Banyak orang yang mendambakan menjadi seorang mahasiswa yang dapat berguna untuk diri sendiri,keluarga,lingkungan dan orang banyak. tetapi tidak semua keinginan tersebut dapat tercapai akibat banyaknya pergaulan bebas di kalangan mahasiswa di kota-kota besar ataupun di daerah, yang dapat meracuni fikiran setiap orang untuk berbuat hal-hal yang negatif, mau itu untuk melakukan hal-hal yang memang secara nyata merugikan diri sendiri ataupun hanya untuk bolos kuliah. dan banyak mahasiswa yang tidak menyadari dengan ia melakukan hal-hal tersebut sebenarnya ia secara tidak langsung telah membuang waktu-waktu yang begitu berharga dalam hidup mereka, oleh karena itu demi kebersamaan kita sebagai mahasiswa tidak ada salah nya untuk kita saling mengingatkan teman-teman kita untuk terus dapat meningkatkan kemauan untuk terus berusaha dalam jenjang pendidikan. 
      Sebagaimana halnya saya juga sebagai seorang mahasiswa tingkat 3 jurusan PROGRAM STUDI KEPERAWATAN, dimana menjadi mahasiswa itu jika di barengi dengan hal-hal positif  akan menjadi sangat menyenangkan, karena kita akan mendapatkan pengalaman-pengalaman yang menarik khususnya dalam pergaulan, berbagi ilmu dengan dosen dan teman-teman serta membentuk organisasi-organisasi yang bermanfaat bagi kalangan mahasiswa dimana dengan adanya organisasi-organisasi mahasiswa, mahasiswa tersebut akan lebih banyak meluangkan waktunya untuk hal-hal yang positif tentunya juga untuk menyalurkan ide-ide kreatif dari mahasiswa.















      Di sebuah UNIVERSITAS atau kampus-kampus sebenarnya selalu mengajarkan nilai-nilai positif karena dengan hal itu lah yang dapat membangun kualitas dari mahasiswa nya tersebut,setelah itu baru di ikuti dengan kualitas UNIVERSITAS itu sendiri, tetapi semua itu tidak luput dari tenaga pengajar yang berkualitas yang selalu mengedepankan aturan-aturan yang memang harus di taati oleh mahasiswa maupun tenaga pengajar itu sendiri.

Kamis, 18 Desember 2014

PEMERIKSAAN SEROLOGI


a.       Definisi
Pemeriksaan serologi mempunyai hasil yang sangat bervariasi tergantung pada respon imun saat pemeriksaan laboratorium dilakukan dan lamanya kelainan yang dialami penderita.
Suatu ilmu yang mempelajari cara mendeteksi suatu infeksi di dalam serum pasien, misalnya adanya antibodi (Ab) spesifik terhadap mikroba tertentu.
Pemeriksaan serologi adalah pemeriksaan yang menggunakan serum seperti pemeriksaan pada dugaan demam dengue. Demam dengue dapat merupakan infeksi pertama kali yang disebut infeksi primer dan dikenal sebagai demam dengue, serta infeksi kedua kali yang disebut infeksi sekunder yang dapat menimbulkan penyakit demam berdarah yang dikenal sebagai Dengue Haemorragic Fever (DHF). Penyakit ini dapat berlanjut dengan renjatan dan berakhir dengan kematian. Pada demam dengue, pemeriksaan serologi yang tersedia adalah pemeriksaan antigen NS-1, antibodi dengue IgG dan IgM.Uji serologi didasarkan atas ikatan spesifik antara antigen (Ag) dan antibodi (Ab). Ag yang telah diketahui akan bereaksi/berikatan dengan Ab yang belum diketahui di dalam serum. Sebaliknya Ab yang telah diketahui dapat digunakan untuk mendeteksi Ag dalam serum pasien . Reaksi Ag-Ab dapat diamati atas terbentuknya presipitasi, aglutinasi atau dengan bantuan label tertentu, misalnya label radioaktif, label enzims dll

b.      Jenis pemerikssaan
1.                           Pemeriksaan HBsAg
a)  Metode rapid test
·         Deskripsi
HBsAg adalah penanda awal infeksi Hepatitis B. Bila HBsAg menetap dalam darah > 6 bulan, berarti telah terjadi infeksi kronis.
·         Prinsip
HBsAg  dalam sampel akan berikatan dengan anti HBs colloidal gold konjugat membentuk komplek yang akan bergerak melalui membran area tes yang telah dilapisi oleh anti HBs. Kemudian terjadi reaksi membentuk garis berwarna merah muda keunguan yang menunjukkan hasil positif.  
·         Alat dan Bahan
Alat           :
-       KIT AKON ® HbsAg
-       Mikropipet 100 µL
-       Pipet Tetes
-       Tabung Reaksi
 Bahan        :
-       Sampel (Serum)
·     Prosedur Pemeriksaan        :
1)    Disiapkan rapid test, simpan pada permukaan mendatar
2)    Tambahkan 3 tetes atau 100 µL serum pada well sampel
3)    Ditunggu reaksi yang terjadi, hasil baca tidak lebih dari 20 menit.
·     Interpretasi Hasil
Positif        : Jika terdapat garis pada bagian control dan tes
Negatif       : Jika terdapat garis pada bagian control saja.
b)      Metode MEIA
·         Manfaat :
(1) Mendeteksi dan mendiagnosis infeksi Hepatitis B;
(2) Uji skrining donor darah dan pra-vaksinasi Hepatitis B; dan
(3) Memantau viral clearance.
·         Persyaratan & Jenis Sampel
Serum, Plasma (Na heparin, Na sitrat atau EDTA)
·         Stabilitas Sampel
2-8 °C : 5 hari, -10 °C atau lebih dingin : > 5 hari (dibekukan)
·         Catatan
Semua sampel yang akan diperiksa disentrifuge dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Hindari beku ulang, dan jangan menggunakan sampel yang diinaktifasi dengan pemanasan.

2.      Pemeriksaan VDRL
a.       Tujuan Pemeriksaan
Untuk mendeteksi adanya antibody non-treponema (Reagin)
b.       Prinsip pemeriksaan
1)      Pada penderita sifilis akan terbentuk antibody yang terjadi sebagai reaksi terhadap bahan-bahan yang dilepaskan karena kerusakan sel-sel antibody tersebut disebut regain
2)      Regain dalam serum penderita akan berflokulasi bila ditambahkan kardiolipin yaitu antigen yang berasal dari ekstraksi hati sapi.
c.        Alat dan Bahan Pemeriksaan
1)      Alat:
-          Objek glass
-          Mikropipet 10 µl, 20 µl, 40 µl
-          Pipet ukur 10 ml
-          Mikroskop
-          Penangas air
2)      Bahan:
-          Serum darah dan cairan otak
-          Antigen VDRL
-          Larutan garam buffer
-          Larutan garam fisiologis (0,9%)
d.      Metode
-          Slide
e.       Prosedur pemeriksaan VDRL pada serum
Persiapan sampel
·         Serum yang jernih dipanaskan dulu dalam penangas air pada suhu 56 °C selama 30 menit, jangan memakai serum yang keruh atau hemolisis.
·         Pemanasan serum perlu diulang pada 56 °C selama 10 menit bila pemeriksaan dilakukan lebih dari 4 jam setelah pemanasan yang pertama.
·         Pemeriksaan dilakukan bila suhu serum sudah sama dengan suhu kamar (23-29 °C).
Reagen
·         Antigen harus tidak berwarna merupakan larutan dalam alcohol yang mengandung 0,03% kardiolipin, 0,9% kolesterol dan leucithin murni (0,21%). Antigen harus disimpan dalam ruangan gelap pada suhu 6-8 °C. bilamana terjadi presipitat, maka larutan antigen tersebut tidak dapat dipergunakan lagi dan harus dibuang. Suspense antigen baru harus dibandingkan terlebih dahulu terhadap larutan antigen yang reaktivitasnya sudah diketahui sebelum dipergunakan dalam pemeriksaan rutin.
·         Larutan garam buffer VDRL dengan pH 6,0+0,1 terdapat komersial atau dapat dibuat dengan komposisi sebagai berikut:
Formaldehyde netral :  0,5 ml
·         Na2HPO4                        :  0,037 gr
·         KH2PH2PO4                   :  0,170 gr
·         NaCl                                  :  10.0 gr
·         Aquadest ad                  :  1000 ml
·         Larutan garam fisiologis (0,9 % NaCl)
Persiapan Suspensi Antigen
·         Terlebih dahulu simpan botol antigen dan larutan garam buffer VDRL pada suhu kamar selama 15 menit.
·         Pipet 400 µl larutan garam buffer, masukkan kedalam botol reagen ukuran 30 ml. kemudian ditambahkan 500 µl antigen tetes demi tetes langsung diatas larutan garam buffer sambil menggerakkan botol tersebut dengan gerakan memutar pada bidang yang rata.
·         Lanjutkan gerakan memutar botol selama 10 detik.
·          Tambahkan 4100 µl larutan garam buffer. Kocok 30 kali dalam 10 detik.
·         Suspense antigen siap untuk dipakai dan hanya tahan selama 1 hari.

Prosedur pemeriksaan kualitatif
·         Simpan semua alat pemeriksaan, serum dan suspense antigen pada suhu kamar (23°C – 29°C).pemeriksaan yang dilakukan di bawah suhu kamar memberikan reaktivitas yang lebih rendah, sebaliknya bila di atas suhu kamar reaktivitasnya meningkat.
·         Pipet 50 µl serum yang sudah dipanaskan ke atas permukaan slide
·         Pipet 50 µl suspense antigen dan teteskan diatas setiap tetes serum dengan posisi vertical.
·         Slide disimpan di atas rotator dan rotator dihidupkan selama 4 menit. Bila pemeriksaan dilakukan pada udara yang kering dan panas. Sebaiknya slide disimpan di dalam kotak yang berisi tissue/kapas basah untuk menghindari adanya penguapan yang berlebihan.
·         Pembacaan dilakukan segera setelah rotator berhenti dengan menggunakan mikroskop pembessaran 100x.
Pembacaan Hasil
Laporan hasil cukup dengan menyebutkan non-reaktif, reaktif lemah atau reaktif
·         REAKTIF                         : Bila tampak gumpalan sedang atau besar
·         REAKTIF LEMAH         : Bila tampak gumpalan kecil-kecil
·         NON REAKTIF               : Bila tidak tampak flokulasi/gumpalan.
Prosedur pemeriksaan kuantitatif
-          Letakkan serum sampel pada baris terdepan rak dan baris kedua berisi tabung dengan 700 µl larutan garam fisiologis
-          Buat pengenceran 1:8 dengan menambahkan 100 mikro serum ke dalam 0,7 ml larutan garam fisiologis.
-          Campur hingga homogen.
-          Letakkan 40 mikro. 20 mikro dan 10 mikro serum yang sudah diencerkan pada lingkaran ke 4. 5 dan 6 dari slide keramik.
-          Buang sisa serum yang sudah diencerkan tadi kedalam tabung pengenceran.
-          Dengan menggunakan pipet yang sama, letakkan 40 mikro, 20 mikro dan 10 mikro serum yang tidak diencerkan pada lingkaran pertama, kedua dan ketiga.
-          Tambahkan 20 mikro larutan garam fisiologis pada lingkaran ke 2  dan 5.
-          Tambahkan 30 mikro larutan garam fisiologis pada lingkaran ke 3 dan 6
-          Slide digoyang perlahan-lahan dengan menggunakan kedua belah tangan selama kurang lebih 15 detik untuk memperoleh campuran yang homogen.
-          Tambahkan 10 mikro suspense antigen pada tiap lingkaran.
-          Tahap selanjutnya dilakukan seperti pemeriksaan VDRL kualitatif.
-          Hasil dilaporkan dengan menyebutkan pengenceran serum tertinggi yang masih memberikan hasil reaktif.

CONTOH:
Pengenceran serum
Laporan hasil
hasil
1:1
Reaktif (+)
Reaktif pada pengenceran
1:2
Reaktif
1:8
1:4
Reaktif
Atau
1:8
Reaktif
Reaktif pada pengenceran
1:16
Non reaktif
8 kali
1:32
Non reaktif

3.      Pemeriksaan TPHA (Treponema Pallidum Hemaglutination Assay)
a)       Metode : indirek hemaglutinasi
b)      Prinsip
Antibodi spesifik untuk T.pallidum yang ada di dalam serum pasien akan beraglutinasi dengan awetan eritrosit burung yang terdapat dalam reageant Plasmatec TPHA yang telah dilapisi komponen antigenik patogen T.pallidum (Nichol Strain)  dan menunjukkan pola aglutinasi pada sumur mikrotitrasi.
c)      Dasar Teori
Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) merupakan suatu pemeriksaan serologi untuk sifilis dan kurang sensitif bila digunakan sebagai skrining (tahap awal atau primer) sifilis. Manfaat pemeriksaan TPHA sebagai pemeriksaan konfirmasi untuk penyakit sifilis dan mendeteksi respon serologis spesifik untuk Treponema pallidum pada tahap lanjut atau akhir sifilis. Untuk skirining penyakit sifilis biasanya menggunakan pemeriksaan VDRL atau RPR apabila hasil reaktif kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA sebagai konfirmasi (Vanilla, 2011).
TPHA merupakan tes yang sangat spesifik untuk melihat apakah adanya antibodi terhadap treponema. Jika di dalam tubuh terdapat bakteri ini, maka hasil tes positif. Tes ini akan menjadi negatif setelah 6 - 24 bulan setelah pengobatan. Bakteri-bakteri yang lain selain keluarga treponema tidak dapat membuat hasil tes ini menjadi positif (Anonim, 2013).
Pemeriksaan TPHA dilakukan berdasarkan adanya antibodi Treponema Palidum yang akan bereaksi dengan antigen treponema yang menempel pada eritrosit sehingga terbentuk aglutinasi dari eritrosit-eritrosit tersebut (Vanilla, 2011).
Keunggulan metode TPHA untuk pemeriksaan Sifilis dibandingkan metode lain:
1.      Teknik dan pembacaan hasilnya mudah, cukup spesifik dan sensitive (dapat mendeteksi titer – titer yang sangat rendah)
2.      Bakteri lain selain dari family Treponema tidak dapat memberikan hasil positif
Namun, metode TPHA memiliki beberapa kekurangan, antara lain:
1.       Harganya mahal
2.       Pengerjaannya membutuhkan waktu inkubasi yang lama, hampir 1 jam. 
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan TPHA antara lain :
1.      Jangan menggunakan serum yang hemolisis karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
2.      Serum atau plasma harus bebas dari sel darah dan kontaminasi mikrobiologi
3.      Jika terdapat penundaan pemeriksaan, serum disimpan pada suhu 2-80C dimana dapat bertahan selama 7 hari dan bila disimpan pada suhu -200C, serum dapat bertahan lebih lama.
4.      Serum atau plasma yang beku sebelum dilakukan pemeriksaan harus dicairkan dan dihomogenkan dengan baik sebelum pemeriksaan.
5.      Reagen harus disimpan pada suhu 2-80C jika tidak digunakan dan jangan disimpan di freezer.
6.      Uji TPHA menunjukkan hasil reaktif setelah 1-4 minggu setelah terbentuknya chancre.
7.      Dalam melakukan pemeriksaan harus menyertakan kontrol positif dan kontrol negatif
d)     Alat, Bahan, dan Reagen
Alat
1.      Mikropipet 190 µl, 10 µl, 25 µl, dan 75 µl
2.      Microplate
3.      Yellow tip
 Bahan
1.      Serum
 Reagen
1.      Plasmatec TPHA Test Kit mengandung:
-          R1    : Test sel
-          R2    : Control sel
-          R3    : Diluent
-          R4    : Control positif
-          R5    : Control negatif
e)      Langkah Kerja
 Uji Kualitatif
1.       Alat dan bahan disiapkan
2.       Setiap komponen kit dan sampel dikondisikan pada suhu kamar.
3.       Semua reagen dihomogenkan perlahan
4.       Diluents ditambahkan sebanyak 190 µl dan sampel ditambahkan sebanyak 10µl  pada sumur 1 lalu dihomogenkan
5.       Campuran pada sumur 1 dipipet sebanyak 25 µl dan ditambahkan pada sumur 2 dan 3
6.       Control sel sebanyak 75 µl ditambahkan pada sumur 2 lalu dihomogenkan
7.       Test sel sebanyak 75 µl ditambahkan pada sumur 3 lalu dihomogenkan
8.       Sumur diinkubasi pada suhu ruang selama 45 – 60 menit.
9.       Aglutinasi yang terjadi diamati
10.   Sampel yang menunjukan hasil aglutinasi positif dilanjutkan ke uji semi kuantitatif.
11.   Note : control positif dan negatif selalu disertakan dalam setiap uji tanpa perlu diencerkan.
Uji Semi Kuantitatif
3.       Alat dan bahan disiapkan
4.       Setiap komponen kit dan sampel dikondisikan pada suhu kamar
5.       Semua reagen dihomogenkan perlahan
6.       Sumur mikrotitrasi disiapkan dan diberi label no. 1 sampai 8
7.       Pengenceran sampel dibuat pada sumur yang berbeda dengan sumur mikrotitrasi dengan mencampur 190 µl diluents dan 10 µl sampel
8.       Sumur mikrotitrasi no. 1 dikosongkan
9.       Sumur mikrotitrasi no. 2 – 8 ditambahkan 25µl diluent
10.   Pada sumur mikrotitrasi no. 1 dan 2 ditambahkan 25 µl sampel yang telah diencerkan.
11.   Campuran pada sumur 2 dipipet 25 µl dan ditambahkan pada sumur 3, lalu dihomogenkan. Begitu seterusnya sampai sumur 8
12.   Campuran pada sumur 8 dipipet 25 µl dan dibuang
13.   Control sel sebanyak 75 µl ditambahkan pada sumur mikrotitrasi no. 1 lalu dihomogenkan
14.   Tes sel sebanyak 75 µl ditambahkan pada sumur mikrotitrasi no. 2-8 lalu dihomogenkan
15.   Sumur diinkubasi pada suhu ruang selama 45 – 60 menit
16.   Aglutinasi yang terjadi dibaca, dan ditentukan titernya
f)       Interprestasi Hasil
 Uji Kualitatif
Hemaglutinasi positif ditandai dengan adanya bulatan berwarna merah dipermukaan sumur, hasil negatif terlihat seperti titik berwarna merah di tengah dasar sumur
Tingkatan aglutinasi:
+4   : bulatan merah merata pada seluruh permukaan sumur
+3   : bulatan merah terdapat di sebagian besar permukaan sumur
+2   : bulatan merah yang terbentuk tidak besar dan tampak seperti cincin
+1   : bulatan merah kecil dan tampak cincin terang
+/-   : tampak cincin dengan warna bulatan merah yang samar
-      : Tampak titik berwarna merah didasar sumur


Uji Semi Kuantitatif
Titer       : pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan aglutinasi
Sumur
1
2
3
4
5
6
7
8
Titer
(control cell)
1:80
1:160
1:320
1:640
1:1280
1: 2560
1: 5120

4.      Pemeriksaan HIV
a). Metode :Imunokromatografi (Rapid Test)
Tujuan : Mendeteksi keberadaan virus HIV atau antibod HIV dalam sampel Serum.
 Prinsip :
Specimen yang di teteskan pada ruang membrane  
bereaksi dengan partikel yang telah dilapisi dengan protein A yang terdapat pada bantalan specimen. Selanjutnya akan brgerak secara kromatografi dan bereaksi dengan antigen HIV rekombinan yang terdapat pada garis test. Jika specimen mengandung antibody HIV maka akan timbul garis warna.

Dasar Teori
HIV adalah suatu virus yang dapat menyebabkan
penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi. Seperti virus lain pada umumnya, HIV hanya dapat bereplikasi dengan memanfaatkan sel inang. Siklus hidup HIV diawali dengan penempelan partikel virus (virion) dengan reseptor pada permukaan sel inang, di antaranya adalah CD4, CXCR5, dan CXCR5. Sel-sel yang menjadi target HIV adalah sel dendritik, sel T, dan makrofaga. Sel-sel tersebut terdapat pada permukaan lapisan kulit dalam (mukosa) penis, vagina, dan oral yang biasanya menjadi tempat awal infeksi HIV.  Selain itu, HIV juga dapat langsung masuk ke aliran darah dan masuk serta bereplikasi di noda limpa.
Alat dan Bahan:
 Alat           :
- Strip HIV/Test card HIV
- Pipet tetes
Tabung reaksi kecil + rak 
 Bahan       :
- Sampel serum
- Sampel dilution buffer
Cara Kerja                         :
1.      Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.      Dimasukkan 3 tetes serum pada sumur sampel.
3.      Ditambahkan 1 tetes larutan buffer.
4.      Didiamkan selama beberapa menit.
5.      Dibaca reaksi yang terjadi.
b). Pemeriksaan ELISA
Mekanisme :
·         Virus HIV ditumbuhkan pada biakan sel
·         Dirusak dan dilekatkan pada biji-bijin polistiren atau sumur microplate
·         Inkubasi serum atau plasma yang akan diperiksa dengan antigen tersebut selama 30 menit sampai 2 jam, lalu cuci
·         Bila positif IgG(immunoglobulin G) yg menempel pada biji2 / sumur microplate, maka akan terjadi reaksi pengikatan antigen-antibodi ; antibodi anti-IgG sudah diberi label dengan enzim alkali fosfatase, horseradish peroxidase
·         Akan berwarna bila ditambah dengan suatu substrat
·         Ada yang lebih spesifik, yaitu test EIA dengan ikatan dari heavy & light chain dari Human Immunoglobulin à mampu mendeteksi IgM dan IgG
·         Umumnya hasil akan positif pada fase dimana timbul gejala pertama AIDS (AIDS Phase) dan sebagian kecil akan negatif pada fase dini AIDS (Pre AIDS Phase)
Kelebihan test ELISA yaitu :
·         Nilai sensitivitas yang tinggi ; 98,1%-100 %
·         Meski demikian, perdictive value hasil test positif tergantung dari prevalensi HIV di masyarakat ; pada penderitaà100%, donor darah à5%-100%, hasil negatif pada masyarakat à99,99% sampai 76,9%
Kekurangan path test ELISA yg perlu diperhatikan :
·         Pemeriksaan ELISA hanya mendeteksi antibodi, bukan antigen (akhir-akhir ini sudah ditemukan test ELISA untuk antigen). Oleh karena itu test uji baru akan positif bila penderita telah mengalami serokonversi yang lamanya 2-­3 bulan sejak terinfeksi HIV, bahkan ada yang 5 bulan atau lebih (pada keadaan immunocompromised). Kasus dengan infeksi HIV laten dapat temp negatif selama 34 bulan.
·         Pemeriksaan ELISA hanya terhadap antigen jenis IgG. Penderita AIDS pada taraf permulaan hanya mengandung IgM, sehingga tidak akan terdeteksi. Perubahan dari IgM ke IgG membutuhkan waktu sampai 41 minggu.
·         Pada umumnya pemeriksaan ELISA ditujukan untuk HIV­1. Bila test ini digunakan pada penderita HIV-2, nilai positifnya hanya 24%. Tetapi HIV­2 paling banyak ditemukan hanya di Afrika.
·         Masalah false positive pada test ELISA. Hasil ini sering ditemukan pada keadaan positif lemah, jarang ditemukan pada positif kuat. Hal ini disebabkan karena morfologi HIV hasil biakan jaringan yang digunakan dalam test kemurniannya ber-beda dengan HIV di alam.
c). Pemeriksaan Western Blot
Pengertian :
Metode untuk deteksi protein pada sampel jaringan ,Imunoblot dg elektroforesis gel untuk memisahkan protein asli atau perubahan oleh jarak polipeptida atau oleh struktur 3D-protein,Protein dikirim ke membran à dideteksi dg antibody.Cukup sulit, mahal, interpretasinya butuh pengalaman dan lama pemeriksaan kurang lebih 24 jam
                        Mekanisme :
·         HIV murni letakan pada pada poliakrilamid gel yg diberi arus elektroforesis sehingga terurai menurut berat protein yang berbeda-beda
·         Pindahkan ke Nitrocellulosa dan inkubasi dg serum penderita
·         Antibodi HIV dideteksi dg memberikan antibodi anti-human yg sudah dikonjugasi dg enzim yg memberikan warna bila diberi suatu substrat
·         Test ini dilakukan bersama dengan suatu bahan dengan profil berat molekul standar, kontrol positif dan negatif
·         Gambaran band dari bermacam-macam protein envelope dan core dapat mengidentifikasi macam antigen HIV. Antibodi terhadap protein core HIV (gag) misalnya p24 dan protein precursor (p25) timbul pada stadium awal kemudian menurun pada saat penderita mengalami deteriorasi. Antibodi terhadap envelope (env) penghasil gen (gp160) dan precursor-nya (gp120) dan protein transmembran (gp4l) selalu ditemukan pada penderita AIDS pada stadium apa saja
·         Beberapa protein lainnya yang sering ditemukan adalah: p3 I, p51, p66, p14, p27, lebih jarang ditemukan p23, p15, p9, p7. Secara singkat dapat dikatakan bahwa bila serum mengan-dung antibodi HIV yang lengkap maka Western blot akan memberi gambaran profil berbagai macam band protein dari HIV antigen cetakannya
d). PCR (Polymerase Chain Reaction)
Meliputi 3 perlakuan:
¡  Denaturisasi
¡  Hibridisasi
Primer" sekuen DNA pada bagian tertentu.
¡  Perbanyakan bagian
Oleh Tag polymerase, dengan mengadakan campuran reaksi dalam tabung mikro yang kemudian diletakkan pada blok pemanas yang telah diprogram pada seri temperatur yang diinginkan.
Dasarnya:
¡  Target DNA diekstraksi dari spesimen
¡  Membelah dalam tabung sampai diperoleh jumlah cukup (kelipatan jutaan atau lebih)
¡  Deteksi dengan cara hibridisasi.
¡  Target didenaturisasi pada suhu 90°–95°C àDidinginkan antara 37°–50°C à annealing spesifik antara primer dan target DNA à cetakan untuk enzim Tag-polymerase (pada suhu 67°–72°C mengkopi masing-masing rantai)
¡  Setiap produk terdiri dari sekuen yang saling melengkapi 1 dari 2 primer dan akan menguatkan dalam lingkaran sintesis.
Hambatan diagnosis PCR: false negative.
¡  Dihindarkan dengan: memilih primer dari bagian yang berlawanan dari genome.
¡  Primer SK 38/39 dan SK 68/69: pilihan yang baik digunakan untuk HIV.
¡  Pasangan primer SK-38–39 dan atau SK-145–101 telah berhasil digunakan untuk mendeteksi HIV pada lebih dari 96% individu dengan zat anti positif.
¡  PCR dapat mendeteksi molekul tunggal dari target DNA dan juga mengamplifikasi target yang ada sebagai pasangan yang tidak komplet; sebaliknya kontaminasi dan campuran reaksi dengan sejumlah target DNA yang tidak terdeteksi akan memberikan hasil false positive. Ketaatan mengikuti prosedur dapat mengurangi risiko kontaminasi. Cara yang cepat dan sederhana dalam menyiapkan sampel dapat pula mengurangi false positive.
PCR DNA dan RNA HIV
¡  PCR DNA HIV
·         Ketersediaan primer untuk subtipe HIV memungkinkan para peneliti untuk memakai PCR DNA HIV untuk meneliti dan melacak subtipe HIV untuk pengembangan vaksin dan penelitian epidemiologi.
·         PCR DNA HIV pertama kali dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi pada 1990. Tes sel mononuklear darah perifer (peripheral blood mononuclear cells/ PBMC) dari bayi pada berbagai titik waktu setelah kelahiran.
·         Penelitian selanjutnya terhadap bayi yang baru lahir oleh Delamare dkk34 dan Dunn dkk35 menemukan bahwa PCR DNA HIV terdeteksi <50% infeksi HIV dalam lima hari pertama kehidupannya. Sensitivitasnya meningkat hingga 90% setelah berusia 14 hari.
·         Ketidaksensitifan PCR DNA HIV untuk mendiagnosis infeksi HIV saat kelahiran mungkin terjadi karena kenyataan bahwa kebanyakan penularan HIV pada bayi terjadi saat sakit kelahiran dan persalinan, dan virus tidak mencapai tingkat terdeteksi selama beberapa minggu setelah tertular. Bayi yang terinfeksi dalam kandungan mungkin mempunyai hanya sedikit jumlah virus yang bereplikasi.
PCR RNA HIV
·         Metode yang dapat mendiagnosis bayi lebih dini, dapat mendeteksi HIV dalam darah.
·         Berbeda dengan PCR DNA HIV (tes kualitatif: tes memberikan diagnosis HIV ya/tidak), deteksi RNA HIV menyediakan informasi tambahan:
ž  informasi kuantitatif tentang status virologis
ž  Menghitung jumlah virus yang beredar ( “viral load” dalam copies/mL) pada pasien.
·         Viral load dapat dipakai untuk:
ž  mendiagnosis pasien
ž  menuntun permulaan memakai ART
ž  memantau tanggapan pengobatan
·         Diharapkan RNA HIV:
ž  akan sensitif dalam mendeteksi virus dan tetap sangat spesifik terhadap HIV
ž  akan mengganti teknik biakan virus yang lebih rumit dan mahal untuk mendiagnosis bayi.


Daftar Pustaka
 Hardjono dkk, 2003 .interpretasi hasil test lab diagnosik. Makassar  LEPHAS.Makassar, 26 april 2012.