a. Definisi
Pemeriksaan serologi
mempunyai hasil yang sangat bervariasi tergantung pada respon imun saat
pemeriksaan laboratorium dilakukan dan lamanya kelainan yang dialami penderita.
Suatu ilmu yang mempelajari cara mendeteksi suatu infeksi di dalam serum
pasien, misalnya adanya antibodi (Ab) spesifik terhadap mikroba tertentu.
Pemeriksaan serologi
adalah pemeriksaan yang menggunakan serum seperti pemeriksaan pada dugaan demam
dengue. Demam dengue dapat merupakan infeksi pertama kali yang disebut infeksi
primer dan dikenal sebagai demam dengue, serta infeksi kedua kali yang disebut
infeksi sekunder yang dapat menimbulkan penyakit demam berdarah yang dikenal
sebagai Dengue Haemorragic Fever (DHF). Penyakit ini dapat berlanjut
dengan renjatan dan berakhir dengan kematian. Pada demam dengue, pemeriksaan
serologi yang tersedia adalah pemeriksaan antigen NS-1, antibodi dengue IgG dan
IgM.Uji serologi
didasarkan atas ikatan spesifik antara antigen (Ag) dan antibodi (Ab).
Ag yang telah diketahui akan
bereaksi/berikatan dengan Ab yang belum diketahui di dalam serum.
Sebaliknya Ab yang telah
diketahui dapat digunakan untuk mendeteksi Ag dalam serum pasien .
Reaksi Ag-Ab dapat diamati
atas terbentuknya presipitasi, aglutinasi atau dengan bantuan label tertentu,
misalnya label radioaktif, label enzims dll
b. Jenis
pemerikssaan
1. Pemeriksaan
HBsAg
a)
Metode
rapid test
·
Deskripsi
HBsAg adalah penanda awal infeksi Hepatitis B. Bila HBsAg
menetap dalam darah > 6 bulan, berarti telah terjadi infeksi kronis.
·
Prinsip
HBsAg
dalam sampel akan berikatan dengan anti HBs colloidal gold konjugat
membentuk komplek yang akan bergerak melalui membran area tes yang telah
dilapisi oleh anti HBs. Kemudian terjadi reaksi membentuk garis berwarna merah
muda keunguan yang menunjukkan hasil positif.
·
Alat dan Bahan
Alat :
-
KIT AKON ®
HbsAg
-
Mikropipet
100 µL
-
Pipet Tetes
-
Tabung
Reaksi
Bahan :
- Sampel (Serum)
·
Prosedur Pemeriksaan :
1) Disiapkan
rapid test, simpan pada permukaan mendatar
2) Tambahkan 3
tetes atau 100 µL serum pada well sampel
3) Ditunggu
reaksi yang terjadi, hasil baca tidak lebih dari 20 menit.
·
Interpretasi Hasil
Positif : Jika terdapat garis pada bagian
control dan tes
Negatif : Jika terdapat garis pada bagian control
saja.
b) Metode
MEIA
·
Manfaat :
(1) Mendeteksi dan mendiagnosis infeksi Hepatitis B;
(2) Uji skrining donor darah dan pra-vaksinasi
Hepatitis B; dan
(3) Memantau viral clearance.
·
Persyaratan
& Jenis Sampel
Serum, Plasma (Na heparin, Na sitrat
atau EDTA)
·
Stabilitas
Sampel
2-8 °C : 5 hari, -10 °C atau lebih
dingin : > 5 hari (dibekukan)
·
Catatan
Semua sampel yang akan diperiksa disentrifuge dengan kecepatan 10.000 rpm
selama 10 menit. Hindari beku ulang, dan jangan menggunakan sampel yang
diinaktifasi dengan pemanasan.
2.
Pemeriksaan
VDRL
a.
Tujuan Pemeriksaan
Untuk
mendeteksi adanya antibody non-treponema (Reagin)
b.
Prinsip pemeriksaan
1)
Pada penderita sifilis akan
terbentuk antibody yang terjadi sebagai reaksi terhadap bahan-bahan yang
dilepaskan karena kerusakan sel-sel antibody tersebut disebut regain
2)
Regain dalam serum penderita akan
berflokulasi bila ditambahkan kardiolipin yaitu antigen yang berasal dari
ekstraksi hati sapi.
c.
Alat dan Bahan Pemeriksaan
1)
Alat:
- Objek glass
- Mikropipet 10 µl, 20
µl, 40 µl
- Pipet ukur 10 ml
- Mikroskop
- Penangas air
2)
Bahan:
- Serum darah dan
cairan otak
- Antigen VDRL
- Larutan garam
buffer
- Larutan garam
fisiologis (0,9%)
d.
Metode
- Slide
e.
Prosedur pemeriksaan VDRL pada serum
Persiapan
sampel
·
Serum yang jernih dipanaskan dulu
dalam penangas air pada suhu 56 °C selama 30 menit, jangan memakai serum yang
keruh atau hemolisis.
·
Pemanasan serum perlu diulang pada
56 °C selama 10 menit bila pemeriksaan dilakukan lebih dari 4 jam setelah
pemanasan yang pertama.
·
Pemeriksaan dilakukan bila suhu
serum sudah sama dengan suhu kamar (23-29 °C).
Reagen
·
Antigen harus tidak berwarna
merupakan larutan dalam alcohol yang mengandung 0,03% kardiolipin, 0,9% kolesterol
dan leucithin murni (0,21%). Antigen harus disimpan dalam ruangan gelap pada
suhu 6-8 °C. bilamana terjadi presipitat, maka larutan antigen tersebut tidak
dapat dipergunakan lagi dan harus dibuang. Suspense antigen baru harus
dibandingkan terlebih dahulu terhadap larutan antigen yang reaktivitasnya sudah
diketahui sebelum dipergunakan dalam pemeriksaan rutin.
·
Larutan garam buffer VDRL dengan pH
6,0+0,1 terdapat komersial atau dapat dibuat dengan komposisi sebagai berikut:
Formaldehyde
netral : 0,5 ml
·
Na2HPO4
: 0,037 gr
·
KH2PH2PO4
: 0,170 gr
·
NaCl
: 10.0 gr
·
Aquadest ad
: 1000 ml
·
Larutan garam fisiologis (0,9 %
NaCl)
Persiapan Suspensi Antigen
·
Terlebih dahulu simpan botol antigen
dan larutan garam buffer VDRL pada suhu kamar selama 15 menit.
·
Pipet 400 µl larutan garam buffer,
masukkan kedalam botol reagen ukuran 30 ml. kemudian ditambahkan 500 µl antigen
tetes demi tetes langsung diatas larutan garam buffer sambil menggerakkan botol
tersebut dengan gerakan memutar pada bidang yang rata.
·
Lanjutkan gerakan memutar botol
selama 10 detik.
·
Tambahkan 4100 µl larutan garam buffer. Kocok
30 kali dalam 10 detik.
·
Suspense antigen siap untuk dipakai
dan hanya tahan selama 1 hari.
Prosedur pemeriksaan kualitatif
·
Simpan semua alat pemeriksaan, serum
dan suspense antigen pada suhu kamar (23°C – 29°C).pemeriksaan yang dilakukan
di bawah suhu kamar memberikan reaktivitas yang lebih rendah, sebaliknya bila
di atas suhu kamar reaktivitasnya meningkat.
·
Pipet 50 µl serum yang sudah
dipanaskan ke atas permukaan slide
·
Pipet 50 µl suspense antigen dan
teteskan diatas setiap tetes serum dengan posisi vertical.
·
Slide disimpan di atas rotator dan
rotator dihidupkan selama 4 menit. Bila pemeriksaan dilakukan pada udara yang
kering dan panas. Sebaiknya slide disimpan di dalam kotak yang berisi
tissue/kapas basah untuk menghindari adanya penguapan yang berlebihan.
·
Pembacaan dilakukan segera setelah
rotator berhenti dengan menggunakan mikroskop pembessaran 100x.
Pembacaan Hasil
Laporan
hasil cukup dengan menyebutkan non-reaktif, reaktif lemah atau reaktif
·
REAKTIF : Bila tampak gumpalan sedang atau besar
·
REAKTIF LEMAH : Bila tampak gumpalan kecil-kecil
·
NON REAKTIF : Bila tidak tampak flokulasi/gumpalan.
Prosedur pemeriksaan kuantitatif
-
Letakkan serum sampel pada baris
terdepan rak dan baris kedua berisi tabung dengan 700 µl larutan garam
fisiologis
-
Buat pengenceran 1:8 dengan
menambahkan 100 mikro serum ke dalam 0,7 ml larutan garam fisiologis.
-
Campur hingga homogen.
-
Letakkan 40 mikro. 20 mikro dan 10
mikro serum yang sudah diencerkan pada lingkaran ke 4. 5 dan 6 dari slide
keramik.
-
Buang sisa serum yang sudah
diencerkan tadi kedalam tabung pengenceran.
-
Dengan menggunakan pipet yang sama,
letakkan 40 mikro, 20 mikro dan 10 mikro serum yang tidak diencerkan pada
lingkaran pertama, kedua dan ketiga.
-
Tambahkan 20 mikro larutan garam
fisiologis pada lingkaran ke 2 dan 5.
-
Tambahkan 30 mikro larutan garam
fisiologis pada lingkaran ke 3 dan 6
-
Slide digoyang perlahan-lahan dengan
menggunakan kedua belah tangan selama kurang lebih 15 detik untuk memperoleh
campuran yang homogen.
-
Tambahkan 10 mikro suspense antigen
pada tiap lingkaran.
-
Tahap selanjutnya dilakukan seperti
pemeriksaan VDRL kualitatif.
-
Hasil dilaporkan dengan menyebutkan
pengenceran serum tertinggi yang masih memberikan hasil reaktif.
CONTOH:
Pengenceran
serum
|
Laporan
hasil
|
hasil
|
1:1
|
Reaktif
(+)
|
Reaktif
pada pengenceran
|
1:2
|
Reaktif
|
1:8
|
1:4
|
Reaktif
|
Atau
|
1:8
|
Reaktif
|
Reaktif
pada pengenceran
|
1:16
|
Non
reaktif
|
8 kali
|
1:32
|
Non
reaktif
|
|
3. Pemeriksaan TPHA (Treponema Pallidum Hemaglutination Assay)
a)
Metode
: indirek hemaglutinasi
b)
Prinsip
Antibodi spesifik untuk T.pallidum yang ada di
dalam serum pasien akan beraglutinasi dengan awetan eritrosit burung yang
terdapat dalam reageant Plasmatec TPHA yang telah dilapisi komponen antigenik
patogen T.pallidum (Nichol Strain) dan menunjukkan pola aglutinasi
pada sumur mikrotitrasi.
c)
Dasar
Teori
Treponema
Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) merupakan
suatu pemeriksaan serologi untuk sifilis dan kurang sensitif bila digunakan
sebagai skrining (tahap awal atau primer) sifilis. Manfaat pemeriksaan TPHA
sebagai pemeriksaan konfirmasi untuk penyakit sifilis dan mendeteksi respon
serologis spesifik untuk Treponema pallidum pada tahap lanjut atau akhir
sifilis. Untuk skirining penyakit sifilis biasanya menggunakan pemeriksaan VDRL
atau RPR apabila hasil reaktif kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA
sebagai konfirmasi (Vanilla, 2011).
TPHA merupakan
tes yang sangat spesifik untuk melihat apakah adanya antibodi terhadap
treponema. Jika di dalam tubuh terdapat bakteri ini, maka hasil tes positif.
Tes ini akan menjadi negatif setelah 6 - 24 bulan setelah pengobatan.
Bakteri-bakteri yang lain selain keluarga treponema tidak dapat membuat hasil
tes ini menjadi positif (Anonim, 2013).
Pemeriksaan
TPHA dilakukan berdasarkan adanya antibodi Treponema Palidum yang akan
bereaksi dengan antigen treponema yang menempel pada eritrosit sehingga
terbentuk aglutinasi dari eritrosit-eritrosit tersebut (Vanilla, 2011).
Keunggulan
metode TPHA untuk pemeriksaan Sifilis dibandingkan metode lain:
1.
Teknik dan pembacaan hasilnya mudah,
cukup spesifik dan sensitive (dapat mendeteksi titer – titer yang sangat
rendah)
2.
Bakteri lain selain dari family Treponema
tidak dapat memberikan hasil positif
Namun,
metode TPHA memiliki beberapa kekurangan, antara lain:
1.
Harganya mahal
2.
Pengerjaannya membutuhkan waktu
inkubasi yang lama, hampir 1 jam.
Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam pemeriksaan TPHA antara lain :
1.
Jangan menggunakan serum yang
hemolisis karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
2.
Serum atau plasma harus bebas dari
sel darah dan kontaminasi mikrobiologi
3.
Jika terdapat penundaan pemeriksaan,
serum disimpan pada suhu 2-80C dimana dapat bertahan selama 7 hari
dan bila disimpan pada suhu -200C, serum dapat bertahan lebih lama.
4.
Serum atau plasma yang beku sebelum
dilakukan pemeriksaan harus dicairkan dan dihomogenkan dengan baik sebelum
pemeriksaan.
5.
Reagen harus disimpan pada suhu 2-80C
jika tidak digunakan dan jangan disimpan di freezer.
6.
Uji TPHA menunjukkan hasil reaktif
setelah 1-4 minggu setelah terbentuknya chancre.
7.
Dalam melakukan pemeriksaan harus
menyertakan kontrol positif dan kontrol negatif
d)
Alat,
Bahan, dan Reagen
Alat
1. Mikropipet 190 µl, 10 µl, 25 µl, dan 75 µl
2. Microplate
3. Yellow tip
Bahan
1. Serum
Reagen
1. Plasmatec TPHA Test
Kit mengandung:
-
R1 : Test sel
-
R2 : Control sel
-
R3 : Diluent
-
R4 : Control positif
-
R5 : Control negatif
e)
Langkah
Kerja
Uji Kualitatif
1.
Alat dan bahan disiapkan
2.
Setiap komponen kit dan sampel
dikondisikan pada suhu kamar.
3.
Semua reagen dihomogenkan perlahan
4.
Diluents ditambahkan sebanyak 190 µl
dan sampel ditambahkan sebanyak 10µl pada sumur 1 lalu dihomogenkan
5.
Campuran pada sumur 1 dipipet
sebanyak 25 µl dan ditambahkan pada sumur 2 dan 3
6.
Control sel sebanyak 75 µl
ditambahkan pada sumur 2 lalu dihomogenkan
7.
Test sel sebanyak 75 µl ditambahkan
pada sumur 3 lalu dihomogenkan
8.
Sumur diinkubasi pada suhu ruang
selama 45 – 60 menit.
9.
Aglutinasi yang terjadi diamati
10.
Sampel yang menunjukan hasil
aglutinasi positif dilanjutkan ke uji semi kuantitatif.
11.
Note : control positif dan negatif
selalu disertakan dalam setiap uji tanpa perlu diencerkan.
Uji Semi Kuantitatif
3.
Alat dan bahan disiapkan
4.
Setiap komponen kit dan sampel
dikondisikan pada suhu kamar
5.
Semua reagen dihomogenkan perlahan
6.
Sumur mikrotitrasi disiapkan dan
diberi label no. 1 sampai 8
7.
Pengenceran sampel dibuat pada sumur
yang berbeda dengan sumur mikrotitrasi dengan mencampur 190 µl diluents dan 10
µl sampel
8.
Sumur mikrotitrasi no. 1 dikosongkan
9.
Sumur mikrotitrasi no. 2 – 8
ditambahkan 25µl diluent
10.
Pada sumur mikrotitrasi no. 1 dan 2 ditambahkan
25 µl sampel yang telah diencerkan.
11.
Campuran pada sumur 2 dipipet 25 µl
dan ditambahkan pada sumur 3, lalu dihomogenkan. Begitu seterusnya sampai sumur
8
12.
Campuran pada sumur 8 dipipet 25 µl
dan dibuang
13.
Control sel sebanyak 75 µl
ditambahkan pada sumur mikrotitrasi no. 1 lalu dihomogenkan
14.
Tes sel sebanyak 75 µl ditambahkan
pada sumur mikrotitrasi no. 2-8 lalu dihomogenkan
15.
Sumur diinkubasi pada suhu ruang
selama 45 – 60 menit
16.
Aglutinasi yang terjadi dibaca, dan
ditentukan titernya
f)
Interprestasi
Hasil
Uji Kualitatif
Hemaglutinasi
positif ditandai dengan adanya bulatan berwarna merah dipermukaan sumur, hasil
negatif terlihat seperti titik berwarna merah di tengah dasar sumur
Tingkatan
aglutinasi:
+4 : bulatan merah merata pada seluruh
permukaan sumur
+3 : bulatan merah terdapat di sebagian
besar permukaan sumur
+2 : bulatan merah yang terbentuk tidak
besar dan tampak seperti cincin
+1 : bulatan merah kecil dan tampak cincin
terang
+/- : tampak cincin dengan warna bulatan
merah yang samar
- : Tampak titik
berwarna merah didasar sumur
Uji Semi Kuantitatif
Titer : pengenceran
tertinggi yang masih menunjukkan aglutinasi
Sumur
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
Titer
|
(control
cell)
|
1:80
|
1:160
|
1:320
|
1:640
|
1:1280
|
1: 2560
|
1: 5120
|
4.
Pemeriksaan HIV
a). Metode :Imunokromatografi (Rapid Test)
Tujuan :
Mendeteksi keberadaan virus HIV atau antibod HIV dalam sampel Serum.
Prinsip :
Specimen
yang di teteskan pada ruang membrane
bereaksi
dengan partikel yang telah dilapisi dengan protein A yang terdapat pada
bantalan specimen. Selanjutnya akan brgerak secara kromatografi dan bereaksi
dengan antigen HIV rekombinan yang terdapat pada garis test. Jika specimen
mengandung antibody HIV maka akan timbul garis warna.
Dasar Teori
HIV adalah suatu virus
yang dapat menyebabkan
penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan
menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh,
sehingga tubuh menjadi
lemah dalam melawan infeksi. Seperti
virus lain pada umumnya, HIV hanya dapat bereplikasi dengan memanfaatkan sel
inang. Siklus hidup HIV diawali dengan penempelan partikel virus (virion)
dengan reseptor pada permukaan sel inang, di antaranya adalah CD4, CXCR5, dan
CXCR5. Sel-sel yang menjadi target HIV adalah sel dendritik,
sel T, dan makrofaga. Sel-sel
tersebut terdapat pada permukaan lapisan kulit dalam (mukosa) penis, vagina, dan oral yang biasanya menjadi
tempat awal infeksi HIV. Selain itu, HIV
juga dapat langsung masuk ke aliran darah dan masuk serta bereplikasi di noda limpa.
Alat dan
Bahan:
Alat :
- Strip HIV/Test card HIV
- Pipet tetes
Tabung reaksi kecil + rak
Bahan :
- Sampel serum
- Sampel dilution buffer
Cara Kerja :
1. Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dimasukkan 3
tetes serum pada sumur sampel.
3. Ditambahkan
1 tetes larutan buffer.
4. Didiamkan
selama beberapa menit.
5. Dibaca
reaksi yang terjadi.
b). Pemeriksaan ELISA
Mekanisme :
·
Virus HIV ditumbuhkan pada biakan sel
·
Dirusak dan dilekatkan pada biji-bijin polistiren atau sumur microplate
·
Inkubasi serum atau plasma yang akan diperiksa dengan antigen tersebut
selama 30 menit sampai 2 jam, lalu cuci
·
Bila positif IgG(immunoglobulin G)
yg menempel pada biji2 / sumur microplate, maka akan terjadi reaksi
pengikatan antigen-antibodi ; antibodi anti-IgG sudah diberi label dengan enzim
alkali fosfatase, horseradish peroxidase
·
Akan berwarna bila ditambah dengan suatu substrat
·
Ada yang lebih spesifik, yaitu test EIA dengan ikatan dari heavy &
light chain dari Human Immunoglobulin à mampu mendeteksi IgM dan IgG
·
Umumnya hasil akan positif pada fase dimana timbul gejala pertama AIDS (AIDS
Phase) dan sebagian kecil akan negatif pada fase dini AIDS (Pre AIDS
Phase)
Kelebihan test ELISA yaitu :
·
Nilai sensitivitas yang tinggi ; 98,1%-100 %
·
Meski demikian, perdictive value hasil test positif tergantung dari
prevalensi HIV di masyarakat ; pada penderitaà100%, donor darah à5%-100%, hasil negatif pada masyarakat à99,99% sampai 76,9%
Kekurangan
path test ELISA yg perlu diperhatikan :
·
Pemeriksaan ELISA hanya mendeteksi antibodi, bukan antigen (akhir-akhir ini
sudah ditemukan test ELISA untuk antigen). Oleh karena itu test uji baru akan
positif bila penderita telah mengalami serokonversi yang lamanya 2-3 bulan
sejak terinfeksi HIV, bahkan ada yang 5 bulan atau lebih (pada keadaan immunocompromised).
Kasus dengan infeksi HIV laten
dapat temp negatif selama 34 bulan.
·
Pemeriksaan ELISA hanya terhadap antigen jenis IgG. Penderita AIDS pada
taraf permulaan hanya mengandung IgM, sehingga tidak akan terdeteksi. Perubahan
dari IgM ke IgG membutuhkan waktu sampai 41 minggu.
·
Pada umumnya pemeriksaan ELISA ditujukan untuk HIV1. Bila test ini
digunakan pada penderita HIV-2, nilai positifnya hanya 24%. Tetapi HIV2 paling
banyak ditemukan hanya di Afrika.
·
Masalah false positive pada test ELISA. Hasil ini sering ditemukan pada keadaan positif lemah, jarang ditemukan
pada positif kuat. Hal ini disebabkan karena morfologi HIV hasil biakan
jaringan yang digunakan dalam test kemurniannya ber-beda dengan HIV di alam.
c). Pemeriksaan Western Blot
Pengertian :
Metode untuk
deteksi protein pada sampel jaringan ,Imunoblot dg elektroforesis gel untuk
memisahkan protein asli atau perubahan oleh jarak polipeptida atau oleh
struktur 3D-protein,Protein dikirim ke membran à dideteksi
dg antibody.Cukup sulit, mahal, interpretasinya butuh pengalaman dan lama
pemeriksaan kurang lebih 24 jam
Mekanisme :
·
HIV murni letakan pada pada poliakrilamid gel yg diberi arus elektroforesis
sehingga terurai menurut berat protein yang berbeda-beda
·
Pindahkan ke Nitrocellulosa dan inkubasi dg serum penderita
·
Antibodi HIV dideteksi dg memberikan antibodi anti-human yg sudah
dikonjugasi dg enzim yg memberikan warna bila diberi suatu substrat
·
Test ini dilakukan bersama dengan suatu bahan dengan profil berat molekul
standar, kontrol positif dan negatif
·
Gambaran band dari bermacam-macam protein envelope dan core
dapat mengidentifikasi macam antigen HIV. Antibodi terhadap protein core
HIV (gag) misalnya p24 dan protein precursor (p25) timbul
pada stadium awal kemudian menurun pada saat penderita mengalami deteriorasi.
Antibodi terhadap envelope (env) penghasil gen (gp160) dan precursor-nya
(gp120) dan protein transmembran (gp4l) selalu ditemukan pada penderita
AIDS pada stadium apa saja
·
Beberapa protein lainnya yang sering ditemukan adalah: p3 I, p51, p66, p14,
p27, lebih jarang ditemukan p23, p15, p9, p7. Secara singkat dapat dikatakan
bahwa bila serum mengan-dung antibodi HIV yang lengkap maka Western blot akan
memberi gambaran profil berbagai macam band protein dari HIV antigen
cetakannya
d). PCR (Polymerase Chain Reaction)
Meliputi 3 perlakuan:
¡ Denaturisasi
¡ Hibridisasi
“Primer" sekuen DNA pada bagian tertentu.
¡ Perbanyakan bagian
Oleh Tag
polymerase, dengan mengadakan campuran reaksi dalam tabung mikro yang
kemudian diletakkan pada blok pemanas yang telah diprogram pada seri temperatur
yang diinginkan.
Dasarnya:
¡ Target
DNA diekstraksi dari spesimen
¡ Membelah dalam tabung sampai diperoleh jumlah cukup (kelipatan jutaan atau lebih)
¡ Deteksi dengan cara hibridisasi.
¡
Target didenaturisasi pada suhu 90°–95°C àDidinginkan antara 37°–50°C à annealing spesifik antara primer dan target DNA à
cetakan untuk enzim Tag-polymerase (pada
suhu 67°–72°C mengkopi masing-masing rantai)
¡
Setiap produk terdiri dari sekuen yang saling
melengkapi 1 dari 2 primer dan akan menguatkan dalam lingkaran sintesis.
Hambatan
diagnosis PCR: false negative.
¡ Dihindarkan dengan: memilih
primer dari bagian yang berlawanan dari genome.
¡ Primer
SK 38/39 dan SK 68/69: pilihan yang baik digunakan untuk HIV.
¡ Pasangan
primer SK-38–39 dan atau SK-145–101 telah berhasil digunakan untuk mendeteksi
HIV pada lebih dari 96% individu dengan zat anti positif.
¡ PCR
dapat mendeteksi molekul tunggal dari target DNA dan juga mengamplifikasi
target yang ada sebagai pasangan yang tidak komplet; sebaliknya kontaminasi dan
campuran reaksi dengan sejumlah target DNA yang tidak terdeteksi akan
memberikan hasil false positive. Ketaatan mengikuti prosedur dapat
mengurangi risiko kontaminasi. Cara yang cepat dan sederhana dalam menyiapkan
sampel dapat pula mengurangi false positive.
PCR DNA dan RNA HIV
¡ PCR DNA HIV
·
Ketersediaan primer untuk subtipe HIV
memungkinkan para peneliti untuk memakai PCR DNA HIV untuk meneliti dan melacak
subtipe HIV untuk pengembangan vaksin dan penelitian epidemiologi.
·
PCR DNA HIV pertama kali dipakai untuk mendiagnosis
HIV pada bayi pada 1990. Tes sel mononuklear darah perifer (peripheral
blood mononuclear cells/ PBMC) dari bayi pada berbagai titik waktu setelah
kelahiran.
·
Penelitian selanjutnya terhadap bayi yang baru lahir oleh Delamare dkk34 dan Dunn dkk35
menemukan bahwa PCR DNA HIV terdeteksi <50% infeksi HIV dalam lima
hari pertama kehidupannya. Sensitivitasnya meningkat hingga 90% setelah berusia
14 hari.
·
Ketidaksensitifan PCR DNA HIV untuk mendiagnosis infeksi HIV saat kelahiran mungkin terjadi karena kenyataan bahwa
kebanyakan penularan HIV pada bayi terjadi saat sakit kelahiran dan persalinan,
dan virus tidak mencapai tingkat terdeteksi selama beberapa minggu setelah
tertular. Bayi yang terinfeksi dalam kandungan mungkin mempunyai hanya sedikit
jumlah virus yang bereplikasi.
PCR RNA HIV
·
Metode yang dapat mendiagnosis bayi lebih dini, dapat
mendeteksi HIV dalam darah.
·
Berbeda dengan PCR DNA HIV (tes
kualitatif: tes memberikan diagnosis HIV ya/tidak), deteksi RNA HIV menyediakan
informasi tambahan:
informasi
kuantitatif tentang status virologis
Menghitung
jumlah virus yang beredar ( “viral load” dalam copies/mL) pada pasien.
·
Viral load dapat
dipakai untuk:
mendiagnosis
pasien
menuntun
permulaan memakai ART
memantau
tanggapan pengobatan
·
Diharapkan RNA HIV:
akan sensitif
dalam mendeteksi virus dan tetap sangat spesifik terhadap HIV
akan mengganti
teknik biakan virus yang lebih rumit dan mahal untuk mendiagnosis bayi.
Daftar Pustaka
Hardjono dkk, 2003 .interpretasi hasil test
lab diagnosik. Makassar LEPHAS.Makassar,
26 april 2012.